St. Fransiskus Asissi ialah orang kudus yang terkenal dengan kesetiaannya menjalani kaul kemiskinan. Ia sebenarnya anak seorang kaya di kota Asisi. Ayahnya, Bernadone, merupakan saudagar yang memiliki banyak uang. Masa muda Fransiskus dilaluinya dengan berfoya-foya. Ibunya, Donna Pica, prihatin melihat sifat anaknya dan selalu berdoa agar Fransiskus dapat menjadi anak Allah yang setia. Suatu hari perang meletus. Fransiskus hendak ikut serta. Fransiskus berniat berangkat perang ke kota Apulia untuk membuktikan kehebatannya. Namun di tengah perjalanannya, Fransiskus bermimpi. Dalam mimpinya, ia mendengar suara, “Fransiskus, hendak ke mana kamu?” Ia menjawab “Aku hendak ke Apulia, aku ingin menjadi ksatria.” Lalu suara itu terdengar lagi, “Fransiskus, coba jawab pertanyaanku. Siapa yang dapat berbuat jauh lebih banyak dan jauh lebih besar, Sang Tuan atau hamba?” Fransiskus tanpa ragu menjawab, “Tentu saja Sang Tuan.” “Tapi ketahuilah, selama ini kau hanya mengabdi kepada ‘hamba’. Bukankah yang empunya segala-galanya adalah Sang Tuan? Mengapa engkau tidak mengabdi kepadaNya?” Fransiskus tersentak. Hati kecilnya berbisik, itu adalah suara Tuhan. Fransiskus segera bersujud,”Tuhanku! Aku tahu Engkaulah yang berbicara kepadaku. Ya Tuhan, apa kehendakMu terhadap diriku? Tunjukkanlah, aku akan melaksanakannya.” Tuhan menjawab dalam mimpinya, “Pulanglah. Kelak kau akan Kuberitahu.” Tubuhnya bergetar mengingat mimpinya. Fransiskus pun bergegas pulang. Sejak saat itu tingkah laku Fransiskus amat berubah. Ia tidak pernah lagi hidup bermewah-mewah. Malah ia banyak sekali memberi bantuan bagi Gereja dan kaum miskin. Sang ayah amat berang melihat perilaku anaknya. Sampai akhirnya Fransiskus meninggalkan rumah ayahnya. Ia bertekad berkelana mewartakan Kabar Gembira. Sejak saat itu Fransiskus bersumpah menjadikan kemiskinan sebagai “mempelainya”. Harta yang dimilikinya hanya jubah kasar yang menempel di tubuhnya. Ia banyak melayani kaum papa, terutama orang-orang kusta. Karyanya kemudian diketahui banyak orang. Bahkan terdapat beberapa orang yang kemudian menjadi pengikutnya. Fransiskus membangun diri serta rumahnya, yaitu ordonya di atas wadas yang kokoh, yaitu kerendahan hati dan kemiskinan Putra Allah yang amat besar. Maka ia menamai ordinya Ordo Saudara Hina Dina. Setelah beberapa lama berselang, kaul Fransiskus untuk hidup miskin tidak pernah surut, malah bertambah kuat. Fransiskus menyatakan, “Seandainya seorang saudaraku sungguh memerlukan sesuatu dan mengalami kebutuhan yang mendalam dan segera memuaskan hal itu dan menjauhkan diri dari hidup berkekurangan, dia akan menerima upah apa? Dia akan merasakan bahwa pengalaman tersebut tidak akan membuatnya bahagia.” Dengan kata-kata ini ia menusuk orang-orang yang tidak mau mengalami kekurangan. Hingga akhir hidupnya, Fransiskus mengalami penderitaan tak terkira. Ia menderita penyakit ginjal, limpa, dan lambung. Matanya pun sakit amat parah dan hampir buta. Namun Fransiskus tidak pernah menganggap penyakitnya sebagai suatu penderitaan. Dengan tubuhnya yang setiap terus melemah, Fransiskus yang miskin terus berusaha melayani orang lain. Kesucian Fransiskus tampak dalam berbagai mukjizat. Salah satu mukjizat sekaligus penderitaan terbesar Fransiskus adalah menerima stigmata suci, luka-luka Kristus. Suatu hari Fransiskus sedang berdoa kusyuk di sebuah bukit bernama bukit La Verna. Saat itu ia terpesona akan kehadiran Allah. Kakinya sampai tidak lagi menginjak tanah, tetapi melayang di atasnya. Lalu pada suatu waktu, dalam keadaan serupa, suatu kejadian luar biasa terjadi. Sekonyong-konyong dilihatnya cahaya menyilaukan di langit. Fransiskus tersentak. Lalu pada saat yang sama, ia merasakan sakit yang luar biasa pada kaki, tangan, dan juga lambungnya! Anggota tubuhnya serasa dihujani paku dan darahnya pun tumpah. Fransiskus mengerang kesakitan. Setelah sadar, dilihat kedua tangan dan kakinya sungguh-sungguh berlubang, bekas paku. Begitu pula lambungnya. Sakitnya terasa menjalar dasyat hingga ke kepalanya. Ternyata demikian hebat kesengsaraan Tuhan Yesus dahulu. Luka-luka itu tetap membekas hingga akhir hayatnya. Untuk ke sekian kalinya Tuhan sungguh menunjukkan suatu tanda melalui diri pastor miskin yang saleh itu. Fransiskus wafat pada tanggal 3 Oktober 1226. Pengikutnya kini telah berjumlah ribuan orang tersebar di seluruh dunia. Karena semangatnya pula para pengikutnya dapat tetap hidup. Hingga sekarang Fransiskus menjadi pendoa dan perantara bagi Gereja dan umatnya, dari tempat kediamannya kini, di surga.
Salib San Damiano
Salib San Damiano. Di depan salib ini, Santo Fransiskus Asissi berdoa untuk mengetahui kehendak Tuhan. Dari Salib ini terdengar suara, "Pergilah, Perbaikilah Gerja-Ku yang mau roboh".
Kapusin masuk ke Indonesia sejak tahun 1905. Wilayah Indonesia dilayani oleh para Kapusin dari Belanda, Swiss, dan Jerman. Daerah pelayanan Kapusin adalah Medan, Sibolga, dan Pontianak. Ketiga daerah pelayanan ini berada dibawah pimpinan Superior Regularis. Pada tahun 1976, ketiga wilayah pelayanan ini tergabung dalam satu propinsi yang terbagi dalam tiga regio, yakni Medan, Sibolga, dan Pontianak. Dalam perjalanan waktu, tanggal 2 Februari 1994, Propinsi Kapusin Indonesia dimekarkan menjadi tiga propinsi: Medan, Sibolga, dan Pontianak. Propinsi Kapusin Pontianak dengan nama pelindung: Santa Maria Ratu Para Malaekat. Propinsi Kapusin Pontianak berkarya di Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Palangkaraya, dan Keuskupan Agung Jakarta di paroki Tebet - Jakarta Selatan. Bentuk pelayanan bersifat parokial dan kategorial. Sebagian besar karya terkonsentransi pada paroki-paroki.
Dewan Pimpinan Propinsi Kapusin Pontianak (2009-2012)
Sdr. Samuel Oton Sidin, OFMCap (Minister Propinsial)
Sdr. Iosephus Erwin, OFMCap (Wakil Minister Propinsial)
Sdr. Yohanes Hamdi, OFMCap (Definitor)
Sdr. Damian Doraman, OFMCap (Definitor)
Sdr. Victor Dwiardy, OFMCap (Definitor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar