Agustus 03, 2009

SELURUH PESONA DAN DAYA PIKATNYA

Seluruh Pesona dan Daya-Pikatnya: Hidup Bakti pada tahun 2005

GLEN LEWANDOWSKI, O.S.C.

Kongres internasional para superior general yang berlangsung pada akhir November 2004
adalah suatu peristiwa historis. Untuk pertama kalinya, suatu kongres diadakan untuk semua superior baik biarawan maupun biarawati secara bersama-sama dari seluruh dunia. Beberapa saat sebelum Sinode 1994 tentang Hidup Religius, sebenarnya telah direncanakan kongres semacam itu, tetapi waktunya begitu sempit sehingga tak dapat terlaksana. Maka, setelah sepuluh tahun sejak Sinode tersebut, kongres pertama itu berhasil menghimpun 840 anggota dari semua benua. Kebanyakan pesertanya adalah superior general. Di samping itu terdapat juga sejumlah besar kelompok para teolog hidup religius, editor internasional dari majalah majalah untuk kaum religius, perwakilan yang menonjol dari religius muda, dan para ketua dari semua konferensi nasional para superior mayor. Sesuatu yang cukup mengesan terjadi.

Tema utama dari konggres tersebut adalah “Sengsara bagi Kristus, Sengsara bagi
Kemanusiaan” Br. Alvaro FSC (Presiden USG dari Costa Rica) menangkap beberapa kesan
dan pesan kongres dengan membuat kesimpulan “Bagi saya, tampaknya tantangan terbesar
yang kita miliki adalah mengembalikan hidup bakti pada seluruh pesona dan daya pikatnya.Hidup religius bukanlah suatu struktur organisasi yang membutuhkan hanya sedikit penyesuaian saja, melainkan suatu keterpikatan pada Allah yang membuat seseorang sangat antusias terhadap apa yang dipikirkan Allah, yaitu untuk menciptakan kembali kodrat manusiawi dalam diri Kristus. Br. Alvaro menekankan bahwa karisma fundamental pada inti semua hidup bakti adalah persekutuan dengan Kristus, Tuhan dari Kabar Baik, seperti tertulis pada artikel berjudul “Beginning afresh from Jesus Christ”. Karisma tersebut bermula dan berakhir serta diserap dalam roh, dalam pesona. Untuk menjadi terpikat, seseorang butuh suatu semangat kontemplatif, suatu hati yang siap menerima, dan suatu hati yang terbuka pada keajaiban dan penyembahan pada yang Ilahi. Inilah tempat di mana revitalisasi dan pembaharuan terjadi.
Selama diskusi tentang hidup religius, banyak superior general berbicara tentang daya dorong yang berarti untuk hidup bakti sebagaimana telah disampaikan Vita Consecrata. Penanganan komprehensif atasnya tetap merupakan sesuatu yang bernilai untuk pembaharuan yang sedang diusahakan kaum religius. Di kalangan para superior, terdapat energi yang kuat untuk melaksanakan tugas menanamkan hidup religius pada hati para anggotanya Suatu gelombang antusiasme yang besar bagi perubahan dan pengembangan dalam hidup religius menandai dekade-dekade awal masa post Vatikan II. Keberhasilan dan kebebasan yang baru saja diperoleh tersebut jelas dirasakan dan dihargai. Topik-topik utama yang muncul pada periode tersebut mendorong upaya untuk meningkatkan mutu para anggota serta strukturnya dan juga untuk memperhalus dan membuat pelayanan dan pengabdian menjadi lebih profesional. Melalui pelayanan dan pengabdian semacam itulah kaum religius telah dikenal sejak lama. Personalisme dan kebebasan yang kuat menandai fase tersebut. Suatu fase kedua dari pembaharuan tersebut kini sedang berlangsung. Berangkat dari persoalan tentang hidup religius serta pertumbuhan anggota baru yang sangat lambat dan juga perkembangan global berbagai area yang lebih baru dari dunia ini, pertanyaan yang menantang hidup religius saat ini dipusatkan pada akar dan hakekat yang semestinya dari hidup religus itu sendiri. Kebanyakan pengarang yang menulis tentang hidup religius saat
ini, mencatat bahwa mereka menulis dengan sadar tentang hidup bakti lebih daripada yang apa yang mungkin telah mereka miliki pada dekade yang lalu. Hal ini bukanlah semata suatu fase baru dari krisis identitas lama, melainkan suatu pencarian yang lebih dalam atas otentisitas, khususnya dalam karismanya. Usaha-usaha terencana untuk menemukan kembali inspirasi yang mendasarkan hidup bakti pun dicanangkan.
Beberapa pembicara mengacu pada kemendesakan untuk membangun kembali (dengan
mencatat studi dari para peneliti hidup religius, Nygren-Ukeritis yang memproyeksikannya dalam waktu 10 tahun. Pembangunan kembali bukanlah semata restorasi, tetapi lebih merupakan suatu usaha untuk memusatkan energi yang ada saat ini pada prioritas-prioritas tertinggi. Untuk sebagian besar dari tugasnya, para superior diminta untuk memberi animasi dan inspirasi untuk menjaga agar para anggota setia pada panggilannya dan memperdalam kontak anggota dengan Allah melalui Kristus. Keterpusatan persekutuan dan persaudaraan dalam hidup bakti kini menonjol mungkin karena sebelumnya telah diredam oleh individualisme yang kuat dan etika kerja dari dekade yang baru saja berlangsung. Pada inti pembicaraan saat ini, dengan yakin dirumuskan bahwa revitalisasi adalah jalan untuk menyembah Allah dengan cara mencintai sesama. Hal ini begitu vital dalam Regula St.Agustinus. Terdapat juga suatu penghargaan baru bahwa hidup religius itu lebih berbentuk plural
daripada penilaian yang muncul segera pada saat setelah Konsili Vatikan. Bentuk-bentuk komitmen religius (monastik, konventual, apostolik, sekular) mengandung tekanan-tekanan yang berbeda dari nilai-nilai yang berlaku bagi kaum religius, tetapi tekanan yang bervariasi tersebut tidaklah sama dengan polaritas dualistik (either/or). Secara khusus di sini, terdapat penghargaan baru terhadap bentuk hidup religius konventual yang tidak begitu terlihat pada awal fase pembaharuan post-konsili, yang diserahkan pada tendensi aktivis dan sekular (sebagaimana dipelopori oleh kongregasi-kongregasi apostolik yang lebih baru). Pada kongres
ini para perencana dari kongregasi apostolik tetap masih menekankan perspektif mereka, namun ada perhatian yang berarti pada tema-tema tentang kontemplasi, persatuan efektif dengan Allah, dan pembaharuan hidup batin.

Salah satu presentasi yang paling menarik perhatian pada kongres tersebut dibawakan oleh Superior General Trapis Bernardo Olivera dari Argentina. Sebagai tanggapan atas presentasi yang kaya dari Dorothea Alexandre, seorang biarawati RSCJ Spanyol, yang meskipun mungkin telah mengatakan “untuk segala sesuatu, ada saja hal yang bisa dikatakan” pada perikop-perikop utama dari Kitab Suci yang mengetengahkan Wanita Samaria dan Orang Samaria yang Baik Hati sebagai ikon hidup bakti, ia bermaksud menawarkan suatu perpspektif lain yang mungkin saja tidak ada pada penjelasan Dorothea Alexander. Berdasarkan tradisi spiritualitas Bernadus dengan trandisi lectio divina yang kuat, ia mengajukan bahwa tema komprehensif tentang mempelai pria yang datang untuk merangkul hidup dia yang dicintainya mungkin berfungsi sebagai suatu pola tambahan dan suatu perspektif hermeneutik yang paling berharga untuk diketengahkan. Karena ia telah menyerahkan seluruh hidup dan baktinya dalam perspektif membaca kitab suci semacam itu, orang-orang sangat menaruh perhatian padanya.

Dalam suatu diskusi, Bernardo Olivera mencatat bahwa terdapat tradisi berpengalaman
yang berhasil mengarungi zaman dan warisan spiritual yang matang yang mempertahankan
vitalitas dan nilai-nilai. Maka, membentuk hidup religius secara keseluruhan tidak mutlak hanya dengan cara memperdulikan dan menanggapi kebutuhan terkini dan mengarahkan seluruh agenda pada hidup dan dunia sosial politik yang problematik. Hidup religius juga bergema pada kedalaman-kedalaman yang lebih fundamental dari hidup manusia itu sendiri daripada sekedar menanggapi berbagai krisis dan tantangan zaman saat ini. Memusatkan perhatian pada kedalaman ilahi masih tetap mempertahankan kelimpahan dan kekayaan dari kesaksian yang tak dapat direduksi hanya kepada hal-hal yang konkrit saat ini. Artikel-artikel yang dipresentasikan dalam Konggres itu tersedia di situs www.oscgeneral.org (resources) yang tak perlu diringkas di sini. Apa yang paling menarik dalam artikel-artikel tersebut adalah usaha yang tekun dan menyeluruh dari kaum religius untuk merefleksikan hidup bakti secara langsung dan terus menerus. Tindak lanjut dari kongres tersebut, seperti dicatat oleh seorang perserta, ditujukan secara langsung pada para superior dan kapitel.

Tema kongres pembaharuan keterpesonaan tersebut harus bisa mencapai lembaga-lembaga
religius yang diberdayakan dan dilaksanakan untuk merealisasikan pembaharuan ersebut.
Para superior dan kapitelah yang menikmati mandatum istimewa tersebut dalam sejarah
hidup religius kita saat ini.
Diterjemahkan oleh Anton Subianto Bunyamin, O.S.C.

KESETIAAN PADA HIDUP BERKAUL

KESETIAAN PADA HIDUP BERKAUL

1. Pendahuluan
Dengan mengucapkan kaul, kita berjanji mengikuti ketiga nasehat Injil menurut teladan Santo Fransiskus. Dasar dan tujuannya ialah agar kita dengan hati yang dibebaskan oleh rahmat, menyatukan diri dengan Kristus dan hidup murni, miskin, dan taat demi Kerajaan Surga. (Kons. 21, 1)
Sesuatu yang mendasar adalah bahwa setiap Propinsi memiliki suatu kesepakatan/konsensus yang jelas berkenaan dengan batasan-batasan yang terkait dengan kaul-kaul kita. Ketika batasan ini dilanggar, persekutuan dari persaudaraan kita diperlemah secara serius, kepercayaan dari orang akan berkurang, dan pewartaan Injil pun menghadapi masalah.

Kode Etis untuk Kemurnian yang Diikrarkan
Membangun Kepercayaan antarSaudara dan dengan Orang Lain
dimana Kita Dibaktikan untuk Melayani

2.1 Nasehat Injili tentang Kemurnian demi Kerajaan…menuntut kewajiban bertarak sempurna dalam hidup selibat (Kons. 21,2). Saudara yang berkaul menjalin relasi seksual dengan pribadi yang berjenis kelamin lain adalah suatu kenyataan yang seharusnya tidak dilihat hanya sebagai kelemahan manusiawi. Dengan menjalin relasi yang tidak pantas, seorang saudara sebenarnya berhadapan dengan komitmen dasarnya pada hidup ke-Kapusin-annya (hidup berkaul sebagai seorang Kapusin), saudara itu menempatkan dirinya dan juga persaudaraan dalam bahaya, dan saudara itu secara serius merusak kehidupan spiritual, moral, dan emosional seseorang atau pribadi lain. Selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus ketidakmatangan secara emosional dan psikologis, relasi seksual yang intim bukanlah akibat dari pertemuan-ppertemuan yang kasual sifatnya. Biasanya, hal itu terjadi karena membiarkannya terjadi secara berulang-ulang dan melampaui batas-batas yang pantas sebagai seorang yang berkaul. Relasi-relasi yang demikian menunjukkan suatu rangkaian keputusan-keputusan dan bukan hanya kelemahan manusiawi sesaat. Persaudaraan melihat kenyataan seperti ini sebagai suatu ketidaksetiaan yang serius dengan segala konsekwensinya yang jelas. Oleh karena itu, haruslah ada intervensi pastoral yang tegas, jelas dan segera.

2.2 Untuk saudara yang berkaul sementara, relasi seksual yang tidak pantas biasanya menunjukkan suatu kebutuhan akan kematangan emosional. Tidak ada batasan-batasan relasional dan sosial yang keras, tetapi kaul-kaul diterapkan secara seperlunya. Kalau saudara berkaul sementara mempunyai relasi seksual yang tidak pantas, biasanya, suadara itu dinasehati dan diarahkan untuk mengusahakan dispensasi dari kaul-kaulnya. Jika untuk beberapa alasan serius dispensasi tidak diterimakan, saudara itu tidak diperkenankan untuk mengucapkan kaul kekal sampai ia menunjukkan kapasitasnya untuk hidup berkaul secara serius, sebagai contoh, diberikan minimum tiga tahun untuk memperpanjang.

2.3 Seorang Saudara yang berkaul kekal ditantang untuk segera memutuskan relasi yang tidak pantas, mengusahakan dispensasi dari otoritas Gerejani, atau dikeluarkan dari Ordo. Jika suadara itu melakukan secara berulang-ulang relasinya yang tidak pantas itu, ia seharusnya dikeluarkan secara paksa dari Ordo.

2.4 Jika akhirnya suadara berkaul memutuskan relasinya yang tidak pantas dan masih tinggal di dalam Ordo kita, ia tidak diperkenankan melakukan pelayanan pastoralnya di dalam Gereja dan diberi kesempatan untuk mendapatkan bimbingan spiritual sampai ia menunjukkan kembali komitmennya pada panggilan hidup religius. Janganlah saudara itu dipindahkan ke komunitas lain untuk menata kembali hidupnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa! Ia seharusnya tidak ditugaskan untuk melakukan pelayanan pastoral sampai ia punya cukup waktu untuk membangun kembali kepatutannya melakukan tugas itu.

3.1 Jika relasi seksual yang tidak pantas melibatkan seorang minor (di bawah umur, berumur kurang dari 18 tahun), Propinsi punya kewajiban demi keadilan untuk memberitahukan orangtuanya dan memberi perhatian secara serius atas dampak jelek/perusakan psikologis dan spiritual korban. Dalam kasus ini, saudara itu dilepaskan dari semua tugas pastoralnya. Ia harus ditempatkan di komunitas yang dapat mengawasi segala bentuk relasi dan kegiatan-kegiatannya. Janganlah saudara itu diperkenankan untuk kontak dengan mereka yang di bawah umur tanpa suatu pengawasan. Komunitas di mana ia ditempatkan harus diberitahu tentang persoalan yang dihadapinya dan setuju untuk melakukan pengawasan terhadapnya. Saudara itu tidak pernah boleh diserahi tugas pelayanan pastoral tanpa suatu proses pendampingan spiritual dan psikologis yang panjang dan teliti. Semakin muda korbannya, semakin tidak dimungkinkan lagi saudara itu diperkenankan untuk melakukan pelayanan pastoral.

3.2 Jika relasi seksual yang tidak pantas melibatkan seorang formator atau siapapun saudara yang punya otoritas dengan saudara lain dalam rumah pembinaan awal, diberlakukan sama seperti relasi seksual yang tidak pantas dengan mereka yang di bawah umur karena hal ini dilihat sebagai penyalahgunaan otoritas. Saudara itu tidak diperkenakan untuk melakukan kontak dengan saudara-saudara di rumah pembinaan awal. Selanjutnya, haruslah diperhatikan dampak negative psikologis dan spiritual korban.

3.3 Jika tindakan seksual melibatkan seorang anak (pra-pubertas), Propinsi punya kewajiban untuk memberitahukan orangtuanya dan memperhatikan dampak negative spiritual dan psikologis korban. Jika saudara itu tidak mengusahakan dispensasi dari kaul-kaulnya atau jika ia tidak dikeluarkan dari Ordo, Ia harus ditangani lewat penanganan psikologis yang panjang. Semua pelayanan pastoralnya dicabut secara definitif. Komunitas harus setuju untuk mengawasi tingkah-lakunya. Ia tidak pernah diperkenankan untuk kontak dengan anak-anak tanpa pengawasan.

4.1 Apa yang dikatakan dalam point ini (paragraph 2.1-3.3) berlaku juga untuk saudara-saudara yang terlibat dalam pelbagai tindakan atau relasi seksual yang tidak pantas, apakah itu heteroseksual ataupun homoseksual.

4.2 Jika seorang anak dikandung sebagai akibat relasi seksual yang tidak pantas atau jika seorang wanita hamil karena hasil relasi seksual itu, saudara itu harus ditantang untuk mengusahakan kesejahteraan ibu dan anak itu. Karena kelahiran anaknya ini, saudara itu demi keadilan bertanggungjawab terhadap kehidupan anak itu. Seorang saudara yang mempunyai anak adalah tidak sesuai dengan hidup persaudaraan kapusin. Oleh karena itu, tindakan yang biasa adalah saudara itu harus mengusahakan dispensasi dari hidupnya sebagai seorang religius (dan seorang imam) dan berkewajiban untuk mengupayakan sebuah keluarga yang pantas untuk anaknya. Jika ia menolak untuk mengusahakan dispensasi, Propinsi umumnya memulai proses pengusiran/pengeluaran dari Ordo. Cinta kasih kristiani mendesak Ordo untuk membantu ibu dan anak dalam situasi ini. Bagaimanapun, persaudaraan tak pernah kabur sebagai penanggungjawab utama atas saudaranya sendiri. Jika anak yang dikandung itu sebagai hasil dari tindakan seksual yang tidak bertanggungjawab dari seorang saudara, saudara itulah yang pertama-tama diminta pertanggungjawabannya.

Kesimpulan
5.1 Ukuran/batasan fraternal dan pastoral ini tidaklah mengurangi perkataan St. Fransiskus dalam suratnya kepada seorang Minister:

…kalau ada seorang saudara di dunia ini yang berbuat dosa, betapa banyak pun dosa yang diperbuatnya itu, maka sekali-kali jangan sampai terjadi, bahwa ia, setelah bertemu pandang dengan engkau, pergi tanpa mendapat belaskasihanmu, kalau ia meminta belaskasihan (SurMin, 9)

5.2 Perkataan ini menunjukkan semangat cinta persaudaraan yang dengannya kita harus bertindak tanpa mengurangi kejelasan dan keteguhan dari intervensi. Karena dalam surat yang sama, ditunjukkan tanggungjawab dari persaudaraan, bukan hanya untuk melindungi nama baik dari saudara itu, tetapi untuk melakukan intervensi secara jelas dan meyakinkan:

Dan semua saudara yang mengetahui, bahwa ia telah berbuat dosa, tidak boleh mempermalukan dan mencelanya; sebaliknya, mereka mesti menaruh belaskasihan sedalam-dalamnya kepadanya, dan sungguh-sungguh merahasiakan dosa saudara itu…Mereka juga diwajibkan demi ketaatan, untuk menyuruh saudara tersebut pergi kepada kustosnya, dengan ditemani oleh seorang saudara yang lain (15-16).
Cinta akan saudara-saudara itu dan cinta akan hidup Injili menuntut bahwa kita bertanggungjawab untuk melindungi dan membantu perkembangan kesetiaan kita yang timbal balik pada kaul-kaul kita.


Frascati – 20/01/2008
Mauro Johri (John Corriveau) – Kesetiaan pada Hidup Berkaul