Agustus 03, 2009

KESETIAAN PADA HIDUP BERKAUL

KESETIAAN PADA HIDUP BERKAUL

1. Pendahuluan
Dengan mengucapkan kaul, kita berjanji mengikuti ketiga nasehat Injil menurut teladan Santo Fransiskus. Dasar dan tujuannya ialah agar kita dengan hati yang dibebaskan oleh rahmat, menyatukan diri dengan Kristus dan hidup murni, miskin, dan taat demi Kerajaan Surga. (Kons. 21, 1)
Sesuatu yang mendasar adalah bahwa setiap Propinsi memiliki suatu kesepakatan/konsensus yang jelas berkenaan dengan batasan-batasan yang terkait dengan kaul-kaul kita. Ketika batasan ini dilanggar, persekutuan dari persaudaraan kita diperlemah secara serius, kepercayaan dari orang akan berkurang, dan pewartaan Injil pun menghadapi masalah.

Kode Etis untuk Kemurnian yang Diikrarkan
Membangun Kepercayaan antarSaudara dan dengan Orang Lain
dimana Kita Dibaktikan untuk Melayani

2.1 Nasehat Injili tentang Kemurnian demi Kerajaan…menuntut kewajiban bertarak sempurna dalam hidup selibat (Kons. 21,2). Saudara yang berkaul menjalin relasi seksual dengan pribadi yang berjenis kelamin lain adalah suatu kenyataan yang seharusnya tidak dilihat hanya sebagai kelemahan manusiawi. Dengan menjalin relasi yang tidak pantas, seorang saudara sebenarnya berhadapan dengan komitmen dasarnya pada hidup ke-Kapusin-annya (hidup berkaul sebagai seorang Kapusin), saudara itu menempatkan dirinya dan juga persaudaraan dalam bahaya, dan saudara itu secara serius merusak kehidupan spiritual, moral, dan emosional seseorang atau pribadi lain. Selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus ketidakmatangan secara emosional dan psikologis, relasi seksual yang intim bukanlah akibat dari pertemuan-ppertemuan yang kasual sifatnya. Biasanya, hal itu terjadi karena membiarkannya terjadi secara berulang-ulang dan melampaui batas-batas yang pantas sebagai seorang yang berkaul. Relasi-relasi yang demikian menunjukkan suatu rangkaian keputusan-keputusan dan bukan hanya kelemahan manusiawi sesaat. Persaudaraan melihat kenyataan seperti ini sebagai suatu ketidaksetiaan yang serius dengan segala konsekwensinya yang jelas. Oleh karena itu, haruslah ada intervensi pastoral yang tegas, jelas dan segera.

2.2 Untuk saudara yang berkaul sementara, relasi seksual yang tidak pantas biasanya menunjukkan suatu kebutuhan akan kematangan emosional. Tidak ada batasan-batasan relasional dan sosial yang keras, tetapi kaul-kaul diterapkan secara seperlunya. Kalau saudara berkaul sementara mempunyai relasi seksual yang tidak pantas, biasanya, suadara itu dinasehati dan diarahkan untuk mengusahakan dispensasi dari kaul-kaulnya. Jika untuk beberapa alasan serius dispensasi tidak diterimakan, saudara itu tidak diperkenankan untuk mengucapkan kaul kekal sampai ia menunjukkan kapasitasnya untuk hidup berkaul secara serius, sebagai contoh, diberikan minimum tiga tahun untuk memperpanjang.

2.3 Seorang Saudara yang berkaul kekal ditantang untuk segera memutuskan relasi yang tidak pantas, mengusahakan dispensasi dari otoritas Gerejani, atau dikeluarkan dari Ordo. Jika suadara itu melakukan secara berulang-ulang relasinya yang tidak pantas itu, ia seharusnya dikeluarkan secara paksa dari Ordo.

2.4 Jika akhirnya suadara berkaul memutuskan relasinya yang tidak pantas dan masih tinggal di dalam Ordo kita, ia tidak diperkenankan melakukan pelayanan pastoralnya di dalam Gereja dan diberi kesempatan untuk mendapatkan bimbingan spiritual sampai ia menunjukkan kembali komitmennya pada panggilan hidup religius. Janganlah saudara itu dipindahkan ke komunitas lain untuk menata kembali hidupnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa! Ia seharusnya tidak ditugaskan untuk melakukan pelayanan pastoral sampai ia punya cukup waktu untuk membangun kembali kepatutannya melakukan tugas itu.

3.1 Jika relasi seksual yang tidak pantas melibatkan seorang minor (di bawah umur, berumur kurang dari 18 tahun), Propinsi punya kewajiban demi keadilan untuk memberitahukan orangtuanya dan memberi perhatian secara serius atas dampak jelek/perusakan psikologis dan spiritual korban. Dalam kasus ini, saudara itu dilepaskan dari semua tugas pastoralnya. Ia harus ditempatkan di komunitas yang dapat mengawasi segala bentuk relasi dan kegiatan-kegiatannya. Janganlah saudara itu diperkenankan untuk kontak dengan mereka yang di bawah umur tanpa suatu pengawasan. Komunitas di mana ia ditempatkan harus diberitahu tentang persoalan yang dihadapinya dan setuju untuk melakukan pengawasan terhadapnya. Saudara itu tidak pernah boleh diserahi tugas pelayanan pastoral tanpa suatu proses pendampingan spiritual dan psikologis yang panjang dan teliti. Semakin muda korbannya, semakin tidak dimungkinkan lagi saudara itu diperkenankan untuk melakukan pelayanan pastoral.

3.2 Jika relasi seksual yang tidak pantas melibatkan seorang formator atau siapapun saudara yang punya otoritas dengan saudara lain dalam rumah pembinaan awal, diberlakukan sama seperti relasi seksual yang tidak pantas dengan mereka yang di bawah umur karena hal ini dilihat sebagai penyalahgunaan otoritas. Saudara itu tidak diperkenakan untuk melakukan kontak dengan saudara-saudara di rumah pembinaan awal. Selanjutnya, haruslah diperhatikan dampak negative psikologis dan spiritual korban.

3.3 Jika tindakan seksual melibatkan seorang anak (pra-pubertas), Propinsi punya kewajiban untuk memberitahukan orangtuanya dan memperhatikan dampak negative spiritual dan psikologis korban. Jika saudara itu tidak mengusahakan dispensasi dari kaul-kaulnya atau jika ia tidak dikeluarkan dari Ordo, Ia harus ditangani lewat penanganan psikologis yang panjang. Semua pelayanan pastoralnya dicabut secara definitif. Komunitas harus setuju untuk mengawasi tingkah-lakunya. Ia tidak pernah diperkenankan untuk kontak dengan anak-anak tanpa pengawasan.

4.1 Apa yang dikatakan dalam point ini (paragraph 2.1-3.3) berlaku juga untuk saudara-saudara yang terlibat dalam pelbagai tindakan atau relasi seksual yang tidak pantas, apakah itu heteroseksual ataupun homoseksual.

4.2 Jika seorang anak dikandung sebagai akibat relasi seksual yang tidak pantas atau jika seorang wanita hamil karena hasil relasi seksual itu, saudara itu harus ditantang untuk mengusahakan kesejahteraan ibu dan anak itu. Karena kelahiran anaknya ini, saudara itu demi keadilan bertanggungjawab terhadap kehidupan anak itu. Seorang saudara yang mempunyai anak adalah tidak sesuai dengan hidup persaudaraan kapusin. Oleh karena itu, tindakan yang biasa adalah saudara itu harus mengusahakan dispensasi dari hidupnya sebagai seorang religius (dan seorang imam) dan berkewajiban untuk mengupayakan sebuah keluarga yang pantas untuk anaknya. Jika ia menolak untuk mengusahakan dispensasi, Propinsi umumnya memulai proses pengusiran/pengeluaran dari Ordo. Cinta kasih kristiani mendesak Ordo untuk membantu ibu dan anak dalam situasi ini. Bagaimanapun, persaudaraan tak pernah kabur sebagai penanggungjawab utama atas saudaranya sendiri. Jika anak yang dikandung itu sebagai hasil dari tindakan seksual yang tidak bertanggungjawab dari seorang saudara, saudara itulah yang pertama-tama diminta pertanggungjawabannya.

Kesimpulan
5.1 Ukuran/batasan fraternal dan pastoral ini tidaklah mengurangi perkataan St. Fransiskus dalam suratnya kepada seorang Minister:

…kalau ada seorang saudara di dunia ini yang berbuat dosa, betapa banyak pun dosa yang diperbuatnya itu, maka sekali-kali jangan sampai terjadi, bahwa ia, setelah bertemu pandang dengan engkau, pergi tanpa mendapat belaskasihanmu, kalau ia meminta belaskasihan (SurMin, 9)

5.2 Perkataan ini menunjukkan semangat cinta persaudaraan yang dengannya kita harus bertindak tanpa mengurangi kejelasan dan keteguhan dari intervensi. Karena dalam surat yang sama, ditunjukkan tanggungjawab dari persaudaraan, bukan hanya untuk melindungi nama baik dari saudara itu, tetapi untuk melakukan intervensi secara jelas dan meyakinkan:

Dan semua saudara yang mengetahui, bahwa ia telah berbuat dosa, tidak boleh mempermalukan dan mencelanya; sebaliknya, mereka mesti menaruh belaskasihan sedalam-dalamnya kepadanya, dan sungguh-sungguh merahasiakan dosa saudara itu…Mereka juga diwajibkan demi ketaatan, untuk menyuruh saudara tersebut pergi kepada kustosnya, dengan ditemani oleh seorang saudara yang lain (15-16).
Cinta akan saudara-saudara itu dan cinta akan hidup Injili menuntut bahwa kita bertanggungjawab untuk melindungi dan membantu perkembangan kesetiaan kita yang timbal balik pada kaul-kaul kita.


Frascati – 20/01/2008
Mauro Johri (John Corriveau) – Kesetiaan pada Hidup Berkaul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar